Rabu, 23 November 2011

ANGGREK HITAM CAGAR ALAM PADANG LUWAY

Siapa yang tak mengenal anggrek hitam (Coelogyne pandurata)?Keelokannya telah tersohor ke seantero Indonesia bahkan dunia. Flora ini merupakan spesies asli Kalimantan. Salah satu habitatnya berada di Cagar Alam Padang Luway yang secara administrasi terletak di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Sekolaq Darat, Kecamatan Melak dan Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Padang Luway merupakan kawasan hutan kerangas, yang tanahnya berupa kersik (pasir) yang berwarna putih. Tumbuhan yang ada di kawasan ini didominasi oleh jenis Medang (Dehasia sp), Way (Euginia sp), Karet (Havea sp), Pelawan (Tristania obovata) dan Pelaga (Schima wallichii). Selain itu di kawasan ini juga dijumpai tumbuhan berkhasiat obat yang terkenal yaitu pasak bumi (Eurycoma longifolia). Satwa yang ada di kawasan ini antara lain babi hutan, warik, rusa, kijang, biawak dan beberapa jenis burung seperti rangkong, punai, parkit, pergam dan gagak.
Padang Luway ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam melalui Surat Keputusan Menteri Pertanian nomor 792/Kpts/Um/10/1982 tanggal 29 Oktober 1982 tentang Pengukuhan Perluasan Cagar Alam Padang Luway dari 1.000 Hektar menjadi 5.000 Hektar. Berdasarkan hasil rekonstruksi batas Balai Pemantapan Kawasan Hutan Wilayah IV pada tahun 2006 lalu, luasnya sebesar 4.896,35 Ha. Pengelolaannya berada pada Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur (Anonim, 2009).
Anggrek hitam sangat mudah dijumpai di kawasan Cagar Alam Padang Luway yang merupakan habitat asli jenis flora tersebut. Sebagai tumbuhan epifit, anggrek hitam hidup menempel pada batang kayu atau pohon, disamping beberapa diantaranya tumbuh di lantai hutan pada batang kayu yang telah rebah.
Anggrek Hitam (Coelogyne pandurata)
Anggrek Hitam memiliki nama ilmiah Coelogyne pandurata. Tumbuhan ini hidup bergerombol membentuk rumpun. Bagian pangkalnya memiliki umbi yang berbentuk bulat telur agak pipih, dengan dua helai daun elips yang menjulang ke atas. Kebanyakan orang mengira bahwa bunga anggrek hitam berwarna hitam secara keseluruhan. Tetapi kenyataannya tidaklah demikian. Bunga anggrek hitam berbentuk tangkai dengan jumlah kuntum bunga antara 5-10 kuntum per tangkai. Warna bunganya didominasi oleh warna hijau kekuningan pada bagian kelopak dan mahkotanya, sedang bagian bibir bunga berwarna hitam dimana bagian dalam terdapat bintik-bintik warna hitam dengan kombinasi garis-garis hitam. Keindahannya bisa dinikmatai saat musim berbunga tiba.
Musim berbunga Anggrek Hitam biasanya terjadi pada akhir tahun antara bulan Oktober sampai Desember. Ketika musim bunga, terdapat ratusan kuntum bunga yang bisa kita temui di sana. Menurut kepercayaan masyarakat setempat, anggrek hitam memiliki daya mistis. Masyarakat Dayak sangat menghormati anggrek hitam, mencurinya berarti merupakan pelanggaran terhadap hukum adat yang sulit terampuni.
Selain anggrek hitam, di dalam kawasan ini juga dapat dijumpai beberapa jenis anggrek lain seperti anggrek tebu (Gramatophyllum speciosum), anggrek merpati (Dendrobium cruminatum), anggrek merpati tanah (Bromheadia finlaysoniana) dan beberapa jenis anggrek lainnya. Selain itu dijumpai pula tumbuhan karnivora jenis kantong semar (Nepenthes sp).
Seiring dengan perkembangan waktu, keberadaan anggrek hitam di Cagar Alam Padang Luway kian terancam. Kebakaran hutan yang terjadi hampir sepanjang tahun merupakan ancaman serius akan keberadaannya. Kebakaran hebat beberapa tahun lalu sempat memporakporandakan kawasan ini dan sekarang menyisakan lahan kosong yang telah ditumbuhi semak belukar.  Sebaran anggrek hitam di kawasan Cagar Alam Padang Luway saat ini hanya tersisa ± 45 Ha dari luas total kawasan sebesar 5000 Ha, yaitu yang terdapat di Kersik Luway. Sisanya berupa semak belukar, padang ilalang, areal terbuka dan perkebunan karet milik masyarakat setempat.
Aktivitas masyarakat setempat juga turut memberikan dampak negatif kepada kawasan ini. Di dalam kawasan Cagar Alam, dengan mudah dapat dijumpai perkebunan karet milik masyarakat. Sungguh ironis memang, kawasan yang seharusnya dijaga keasliannya justru digunakan sebagai tempat bercocok tanam. Selain itu ditemukan pula pemukiman penduduk.
Selain ancaman kebakaran dan perambahan, adanya kebijakan Dinas Pariwisata Kabupaten Kutai Barat dengan memfungsikannya kawasan Cagar Alam Padang Luway sebagai tempat wisata semakin menambah peliknya permasalahan di kawasan ini. Padahal jika dilihat statusnya yang merupakan Cagar Alam, seharusnya kegiatan yang diijinkan hanyalah untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lain yang menunjang budidaya. Pencurian, sampah dan terganggunya habitat merupakan beberapa dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan wisata.
Berdasarkan hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan Balai KSDA Kalimantan Timur tahun 2008, sampai saat ini di kawasan ini telah berdiri beberapa bangunan pendukung kegiatan pariwisata seperti: pusat informasi wisata bagi pengunjung (information center), sarana untuk berjualan makanan (gerobak/display untuk menaruh dagangan) dan portal masuk ke kawasan Cagar Alam. Belum lagi adanya pembangunan jalan pengangkut Batubara PT. Trubaindo yang lokasinya sangat dekat dengan batas Cagar Alam Padang Luway. Dikawatirkan jalan tersebut akan bertambah lebar dan semakin mengancam keberadaan Cagar Alam Padang Luway (Anonim, 2008).
Balai Konservasi Sumber Daya Alam sebagai institusi yang mengelola kawasan ini telah, sedang dan akan melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menjaga eksistensi kawasan ini. Dengan segala kelebihan dan keterbatasan yang dimiliki, Balai KSDA Kaltim telah melakukan upaya-upaya untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. Kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan diantaranya, melakukan komunikasi dan sosialisasi dengan Dinas Pariwisata Kutai Barat dalam rangka menghentikan kegiatan wisata di Cagar Alam, menurunkan tingkat perambahan kawasan melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan, pembentukan kader konservasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan untuk meningkatkan kepedulian terhadap kawasan konservasi, perlindungan kawasan melalui kegiatan penjagaan kawasan dan pembentukan posko pemadam kebakaran yang bekerja sama dengan masyarakat dan instansi terkait.
Kegiatan yang sedang dilakukan diantaranya seperti operasi fungsional kawasan, patroli rutin kawasan, pengamanan rutin kawasan, operasi pencegahan dan penanggulangan kebakaran, sosialisasi penngendalian kebakaran hutan dan lahan melalui rapat koordinasi dan pembagian poster. Pada tahun 2010 Balai KSDA Kaltim berencana membangun gedung kantor Daerah Operasi Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan (DaOps Dalkarhut), seperti yang telah dilakukan di Kabupaten Paser. Diharapkan dengan berdirinya kantor DAOPS Dalkarhut di Kabupaten Kutai Barat, permasalahan yang terkait dengan kebakaran hutan bisa segera teratasi.
Dengan banyaknya permasalahan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Padang Luway semoga tidak malah menciutkan nyali kita dalam upaya menjaga kelestarian Cagar Alam Padang   kontribusi dalam menjaga kelestarian anggrek hitam khususnya dan spesies lain yang menggantungkan hidupnya pada Cagar Alam Padang Luway. Semoga.
sumber Balai KSDA Kalimantan Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar